Loading

Senin, 16 Juli 2012

LAPORAN UAS KOMPUTER LANJUT

1. NAMA : ALFI KHAIRI
NIM : 102114300
2. Berdasarkan angka NIM terakhir saya, maka file yang akan diolah adalah [GENAP]
3. File hasil eksport Epidata ke SPSS berekstensi [sps] dengan nama file [ALFI]
4. File syntax [GENAP] dieksport ke SPSS dan disimpan dengan nama [ALFI] dan ekstensi SPSS
5. File data [ALFI] berisi 39 field dan 8390 record. Data kategorik sebanyak [25] field dan data numerik sebanyak [14] field
6. ADD VALUE LABELS didik 0 'BH/SD' 2 'SLTP' 3 'SLTA' 4 'P.Tinggi'.
ADD VALUE LABELS kerja 1 'PNS' 2 'Swasta' 3 'Wiraswasta' 4 'Pedagang' 5 'Buruh/T/N' 6 'Lain2'.
ADD VALUE LABELS Pernah 1 'Pernah' 2 'Tidak'.
ADD VALUE LABELS Ukurtb 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS Fundus 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS Tensi 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS Tfe 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS tt 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS Akseptor 0 'Tidak' 1 'Ya'.
ADD VALUE LABELS Ksepsi 1 'IUD' 2 'Kondom' 3 'Pil' 4 'Susuk' 5 'Lain2'.
ADD VALUE LABELS Alasan 1 'Masih Ingin Punya Anak' 2 'Dilarang Suami' 3 'Tdk Sesuai Keyakinan' 4 'Lain2'.
ADD VALUE LABELS rencana 1 'RS/RSB' 2 'PKM' 3 'Nakes' 4 'Dukun' 5 'Lain2'.
7.  Jumlah record sebelum didelete [8390] record dan sesudah didelete yang missing tersisa [8382] record
8.  Jumlah field sebelum kerja yg missing adalah [8382] dan setelah field kerja dicleaning adalah [8380] record
9.  Jumlah record sebelum di delete sistol yang missing adalah sebanyak [8380] record dan setelah dilakukan penghapusan field sistol yang missing tersisa [8129] record
10.Jumlah record sebelum di delete diastol yang missing adalah sebanyak [8129] record dan setelah dilakukan penghapusan field diastol yang missing tersisa [8082] record
11.  2 digit terakhir NIM saya adalah : 00
1 digit terakhir adalah : 0 Genap
12.  Untuk Ganjil
13.Jumlah record tersisa setelah di delete sebanya 50 record mulai dari 2 digit NIM adalah [8032] record
14. Statistics

Sabtu, 30 Juni 2012

UjiBedaRata-rata. 

Penelitian eksperimen biasanya menggunakan dua sampel atau lebih sebagai objek penelitiannya. Sampel-sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada-tidaknya perbedaan setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Untuk melihat ada-tidaknya perbedaan, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata. Pada halaman ini yang akan dibahas adalah uji perbedaan dua rata-rata untuk dua sampel yang berdistribusi normal. Kedua sampelnya adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diberi pembelajaran yang berbeda. Uji perbedaan dua rata-rata untuk sampel yang berdistribusi normal adalah uji-t. Terdapat dua jenis uji-t berdasarkan homogenitas variansi kedua sampel, yaitu uji-t dengan asumsi kedua sampel homogen dan uji-t dengan asumsi kedua sampel tidak homogen. Uji-t dengan asumsi kedua sampel tidak homogen disebut juga uji-t’. Berikut ini akan dibahas bagaimana langkah-langkah uji perbedaan dua rata-rata.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan input data yang telah diperoleh. Data yang siap diinput merupakan data pretes kelas eksperimen dan data pretes kelas kontrol. Untuk data postes, prosesnya hampir sama.

Pertama kali, install software SPSS, terserah versi berapa pun. Setelah itu, buka dan terlihat di pojok bawah kiri ada data view dan variable view. Klik data view, itu yang akan diisi pertama. Buat dua variable, variabel pertama untuk nilai pretes kedua kelas. Variable kedua untuk kelas (eksperimen dan kontrol). Untuk variable kelas, valuenya diisi oleh (1, eksperimen; 2, kontrol). Cara mengisi variable value adalah dengan klik bagian kanan variable value, kemudian akan muncul kotak dialog “Value Labels”. Isi (untuk kasus ini) Value dengan angka “1″ dan label dengan “Kelas Eksperimen” dan isi lagi value dengan angka “1″ dengan lebel “Kelas Kontrol”. Untuk lebih jelasnya, silakan lihat gambar di http://i150.photobucket.com/albums/s103/sopandiahmad/Matematika/VariableView-1.png

Setelah data variable view diisi lengkap, selanjutnya isi tab data view. Isi data hasil pretes kelas eksperimen dan kontrol pada kolom nilai pretes. Di kolom kelas, isi keterangan kelas (1, eksperimen; 2, kontrol) sesuai dengan data yang di sebelah kirinya. Untuk lebih jelasnya, lihat gambar di  http://i150.photobucket.com/albums/s103/sopandiahmad/Matematika/DataView-1.png


Setelah dilakukan input data pada SPSS. Selanjutnya adalah uji normalitas untuk melihat apakah kedua sampel berdistribusi normal.

Cara melakukan uji normalitas adalah sebagai berikut:

  1. Klik analyze > Descriptive Statistics > Explore.

  2. Klik variable nilai pretes sebagai defendent list dan variable kelas sebagai factor list

  3. Pada jendela Explore, klik Plots dan klik Normality plots with test > Klik Continue

  4. Kemudian Klik OK dan lihat bagian Test of Normality.

Kedua sampel dikatakan normal jika signifikansinya >0,05

Jika sudah dipastikan kedua sampel berdistribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas variansi. Apabila salah satu kelas atau keduanya tidak normal, dilakukan uji statistik non-parametrik. Tunggu lanjutanya. Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menentukan uji-t yang sesuai. Uji-t yang dilakukan bila variansi kedua kelas sama adalah uji-t dengan asumsi variansi hasil pretes kedua kelas sama, sedangkan bila variansinya tidak homogen, uji-t yang dilakukan adalah uji-t dengan asumsi hasil pretes kedua kelas tidak sama.

Langkah-langkah uji homogenitas variansi dengan menggunakan SPSS adalah sebagai berikut:

  1. Buka file yang telah dibuat.

  2. Pilih menu Analyze

  3. Pilih Compare Mean

  4. Pilih One-Way ANOVA > muncul kotak dialog One-Way ANOVA

  5. Sorot variable nilai pretes  masukkan ke kolom Dependent List

  6. Sorot variable kelas kemudian masukkan ke kolom Factor List

  7. Klik Option kemudian pilih Homogenity of Variance

  8. Klik Continue > Klik OK.

Selanjutnya Anda akan mendapatkan hasil uji homogenitas variansi berdasarkan uji Levene. Kedua sampel homogen kalau signifikansinya >0,05 dan tidak homogen untuk signifikansi yang lain. Nah, setelah ini Kita punya acuan untuk melakukan uji kesamaan dua rata-rata.

Langkah-langkah untuk melakukan uji-t menggunakan SPSS adalah sebagai berikut:

  1. Buka file

  2. Pilih menu Analyze > Compare Means > Independent-Sample T Test kemudian akan muncul kotak dialog Independent-Sample T Test

  3. Sorot variable nilai_pretes kemudian masukkan ke kolom Test Variable(s)

  4. Sorot variable kelas kemudian masukkan ke kolom Grouping Variable.

  5. Klik Define group, Isikan 1 untuk kolom Group 1 dan 2 untuk Group 2

  6. Klik Continue

  7. Klik Option > pada confidence interval isi denga 95%

  8. klik continue > klik OK

Pada output terdapat dua hasil uji kesamaan dua rata-rata. Hasil pertama merupakan hasil uji kesamaan dua rata-rata dengan asumsi variansi kedua kelas homogen, dan hasil kedua merupakan hasil uji kesamaan dua rata-rata dengan asumsi variansi kedua kelas tidak homogen (Uji-t’). Pilih hasil uji-t sesuai dengan hasil uji homogenitas variansi. Ada-tidaknya perbedaan dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansi >0,05 maka tidak terdapat perbedaan, selain itu berarti terdapat perbedaan.

UJI ANOVA

Anova (analysis of varian) digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Misalnya kita ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata lama hari dirawat antara pasien kelas VIP, I, II, dan kelas III. Anova mempunyai dua jenis yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan analsis varian dua faktor (two ways anova). Pada kesempatan ini hanya akan dibahas analisis varian satu faktor. 

Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji Anova adalah:
  1. Sampel berasal dari kelompok yang independen
  2. Varian antar kelompok harus homogen
  3. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal
Asumsi pertama harus dipenuhi pada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara random terhadap beberapa (> 2) kelompok yang independen, yang mana nilai pada satu kelompok tidak tergantung pada nilai di kelompok lain. Sedangkan pemenuhan terhadap asumsi kedua dan ketiga dapat dicek jika data telah dimasukkan ke komputer, jika asumsi ini tidak terpenuhi dapat dilakukan transformasi terhadap data. Apabila proses transformasi tidak juga dapat memenuhi asumsi ini maka uji Anova tidak valid untuk dilakukan, sehingga harus menggunakan uji non-parametrik misalnya Kruskal Wallis.

Uji Anova pada prinsipnya adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi didalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan. 

Rumus uji Anova adalah sebagai berikut : 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2uDv9Ld2tOolPWti1DT-H4uchTftanqGr2prc1PpsGWLGthWOjjFdIWhpAxfCdDlLG7q0Q1JGznmDotT1lIqYof6KHuMR0zepAIVKN4j-9Ky_kl2C8HBJeJeDZYsnCQHedVca27YQDl7j/s200/Anova1.JPG

DF = Numerator (pembilang) = k-1,  Denomirator (penyebut) = n-k


Dimana varian between :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBd8ZVhY64wS6TKivZA0zrlf54vi0j9f9aOOzaO4iwA6_uQXY4VhrjyItf-NzcTmibEC8GUpCFJgI_2QfXN1BRLx1FyNPAMxayseduDrxDw63OtCya63mLnQpxmwoBSvJ7bVpB1u7GFK6y/s400/Anova2.JPG

Dimana rata-rata gabungannya :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6QjcNlmtUahj19frdQBFGrwHxNiA35JUhTcAv0TI-iIM326u1D__K5zXvV_LpVZVIsu7-nYvKRNXgb16F-6U4nMMr1_ksNCS0Evq9gSkY6EWhj-JwYXB0wS9OpUZbKUrs7Cy492bS7aO2/s400/Anova3.JPG

Sementara varian within :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioiQU6sMnBLb5Q74PCTWWZs2HJL6qgQTsR7vcUBQxTtpJ-fDjp7svGiCppdiW8DQgLxCwb1ecewS6tEKhVOduC147pQcpUfg8NjjJQqYhGVENkKCxSz8J9WqdRsfnK6Ant9g_13-O7SpIP/s400/Anova4.JPG

KETERANGAN :
Sb = varian between
Sw = varian within
Sn2 = varian kelompok
X = rata-rata gabungan
Xn = rata-rata kelompok
Nn = banyaknya sampel pada kelompok
k = banyaknya kelompok

Data Lainnya 

Rabu, 25 Januari 2012

Interaksi Yodium dengan Zat gizi lain

Pendahuluan
        Menurut Golden (1992), yodium termasuk dalam klasifikasi/kategori nutrient type I (pertama), bersama sama dengan zat gizi lain seperti besi, selenium, calcium, thiamine dll. Type I ini mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifik lah yang pertama akan timbul. Dalam hal kekurangan yodium, dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan yodium yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD). Dalam type II, pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan nilai penilaian biokimia cairan tubuh yang normal. Nutrient yang termasuk ini adalah potasium, natrium, zinc dll.
IDD adalah gangguan yang merugikan kesehatan sebagai akibat dari kekurangan yodium, yang kita kenal juga dengan singkatan GAKY. Kekurangan yodium pada tanah menyebabkan masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di daerah tersebut menjadi masyarakat yang rawan terhadap IDD. Yang paling ditakutkan dari kekurangan yodium ini adalah meningkatnya kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan dan perkembangan otak yang terhambat (neonatal hypotyroidsm). Faktor yang berperan dalam kejadian IDD diantaranya adalah adanya hubungan idoium dengan zat lain misalnya thyosianat dan selenium (Thaha dkk, 2001) Tulisan dibawah ini akan membahas lebih lanjut hubungan tersebut.
A. Selenium
        Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium dan selenium dalam proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan fungsi fungsi selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan peningkatan denyut jantung dan palpasi. Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi metabolisme yodium ialah iodotyronine deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001).. Enzym tersebut merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3 (www.orst.edu/depth/lpi/infocentre/minerals/iodine).
        Selain itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun.
B. Thiosianat
        Tiosianat dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat transport aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain. Menurut Bourdoux (1993) dalam Thaha (2001), thyocianat adalah komponen yang utama pada kelompok zat goitrogenik yang dapat mewakili asupan kelompok goitrogenik melalui makanan. Delanggu dalam Thaha (2001) melaporkan bahwa disuatu populasi bila perbandingan antara eksresi yodium dan tiosianat dalam urin (ug/g) kurang dari 3, maka daerah tempat populasi itu berada mempunyai resiko yang potensial untuk terjadinya gondok endemik. Makin kecil perbandingan antara eksresi yodium dan thyiosinat dalam urin maka semakin tinggi tingkat endemisitasnya. Namun demikian, menurut Larsen dan Ingbar dalam Thaha (2001), hambatan oleh pengaruh tiosinat hanya efektif bila konsentrasi yodium plasma normal atau rendah.
        Penelitian di Pulau Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai tiosinanat di urin pada kelompok kontrol. Akan tetapi rasio eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha, 2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik.
C. Besi
        Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli gizi dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann dkk (2000) yang membagi kelompok anak anak yang menderita kekurangan yodium menjadi dua, yaitu anak yang menderita anak yang kekurangan iodine saja dan anak yang menderita kekurangan iodine dan besi. Pada kelompok pertama dan kedua, semua anak diberi 200 mg oral iodine dalam minyak. TSH (thyroid Stimulation Hormon, IU (iodine concentration), T4, dan volume kelenjar thyroid diambil pada awal dan minggu ke 1,5,10, 15 dan 30 minggu sesudah pemebrian. Sesudah 30 minggu pemberian iodine, bagi kelompok yang anaemia karena kekurangan besi diberikan tablet besi (ferrous sulphate) 60 mg secara oral 4 kali perminggu selama 12 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa pada minggu ke 30 setelah pemberian iodine kedua kelompok, terjadi penurunan volume rata-rata tiroid menurun dibandingkan dengan awal sebelum dilakukan pemberian iodine, masing masing 45.1% dan 21.8 % (p kecil 0.01). Pada kelompok yang ke dua, penurunan volume tiroid lebih menurun bila dibandingkan dengan baseline, yaitu menjadi 34.8% pada minggu ke 50 dan 38.4 % pada minggu ke 65. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi besi dapat meningkatkan kemampuan iodone dalam minyak pada anak anak yang kekurangan yodium. (Zimmermann, M et al, 2000)
D. Mineral and vitamin lain
        Interaksi antara yodium dengan mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut, baik secara laboratorium dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan terhadap manusia. Penelitian yang melkihat inetraksi secara langsung antara yodium dengan vitamin A pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh Van Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika Selatan usia 6-11 tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan control. Biskuit mengandung besi, yodium, and betha carotene sedangkan control adalah biskuit yang tidak difortifikasi. Pada akhir intervensi, terlihat pada tidak ada perbedaan perubahan dalam pengecilan kelenjar tiroid anak anak secara signifikan, Akan tetapi terjadi penurunan jumlah anak anak yang mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari semula berjumlah 97.5% menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat signifikan (p kecil 0.0001). (van Stuijvenberg dkk, 1999).
Daftar Pustaka
Golden MHN. Specific deficiency versus growth failure: Type I and type II nutritients. SCN News 1992;No. 12:10-14.
Satoto. Seleneium dan Kurang Iodium dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
ICCIDD, UNICEF, WHO. Assessment of Iodine Deficiency Disorders and Monitoring their Elimination. A guide for Programme managers. 2nd Ed. Geneva, 2002.
Thaha, Razak; Dachlan, Djunaidi M; Jafar, Nurhaedar, Jafar. Analisis faktor resiko “coastal goiter” dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
Van Stuijvenberg, M Elizabeth et al. Effect of iron-, iodine-, and b carotene-fortified biscuits on the micronutrient status of primary school children: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 1999; 69: 497-503
Zimmermann M, et al. Iron supplementation in goitrous, iron-deficient children improves their response to oral iodized oil. Eur J Endocrinol 2000; 142(3):217-22

fb

Testing

Selasa, 17 Januari 2012

Fermentasi


Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii.
Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. mikrobia
2. bahan dasar
3. sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. faktor sosial ekonomi
1. Mikrobia
Mikrobia dalam industri fermentasi merupakan faktor utama, sehingga harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
- Murni
Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran adalah mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik.
Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di Indonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang dibuat LIPI masih merupakan inokulum kultur tunggal sehingga produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan inokulum tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.
Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia, telah dikembangkan campuran kultur murni untuk membuat tape rendah alkohol. Ini merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh dari ragi yang telah ada di pasaran.Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan nutrisi mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model suksesi sehingga antar organisme tidak bersaing namun saling mendukung untuk pembentukan produk.
- Unggul
Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus mampu menghasilkan perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat unggul yang ada harus dapat dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan. Proses rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad dengan maksud mempertinggi produk yang diharapkan dan mengurangi produk-produk ikutan.
- Stabil
Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan.
- Bukan Patogen
Mikrobia yang digunakan adalah bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali untuk produksi bahan kimia tertentu. Jika digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar tidak menimbulkan akibat samping pada lingkungan.
2. Bahan Baku
Bahan dasar untuk kepentingan fermentasi dapat berasal dari hasil-hasil pertanian, perkebunan maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum digunakan di negara berkembang adalah:
1.  hasil perkebunana: molaseampas tebu, kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa dsb
2.  Hasil pertanian: jerami, singkong, ubi jalar, susu daging, ikan dsb
3.  Limbah cair dan padat, sisa pabrik, sampah dsb
Fermentor
Fermentor yang digunakan dalam produksi etanol tergantung pada bahan baku yang digunakan. untuk penggunaan dengan bahan baku gula dapat langsung dengan fermentor anaerob. sedang jika akan digunakan dengan bahan baku dari pati atau karbohidrat lain aharus ada proses sakarifikasi sehingga minimal ada dua fermentor. Fermentor adalah tempat berlangsungnya fermentasi dapat berupa alat dengan kerja anaerob ataupun anaerob. Prinsip kerja dari fermentor akan kami muat dalam fermentor. silahkan dicari di tag fermentor.

Jumat, 13 Januari 2012

Penanggulangan DBD


Pada saat ini penyakit Demam Berdarah (DBD) sudah endemis disebagian besar tanah air kita Mi. Dua puluh enam dari 27 propinsi yang ada telah dan selalu melaporkan adanya kasus Demam Berdarah Dengue yang baru. Jumlah laporan kasus pertahun untuk 3 tahun terakhir ini adalah sekitar 13.000 dengan angka kematian (CFR) sekitar 4%. Sampai saat ini, mekanisme terjadinya penyakit masih belum jelas. Demikian juga dengan obat ataupun vaksin untuk pencegahannya juga belum didapatkan. Satu-satunya hal yang sudah diketahui
dengan pasti adalah bahwa penyakit ini ditularkan oleh nyamuk, terutama nyamuk Aedes aegypti.
Di sini kita akan khusus membahas tentang pembrantasan vektor dalam hal ini nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan racun kimia yang disemprotkan ke udara sebagai kabut (fogging). Cara ini jelas sangat baik, karena langsung semua nyamuk dewasa akan mati. Pada waktu terjadi letusan atau wabah, cara penyemprotan ini sangat bermanfaat dan efektif. Tetapi cara ini sangat mahal, membutuhkan tenaga dan peralatan khusus dan juga racun kimia yang digunakan.
Dengan cara ini makin banyak kasus akan makin banyak dana yang dikeluarkan sehingga di dalam kenyataannya, sering sekali dana yang tersedia tidak mencukupi, sehingga tidak semua kasus dapat ditanggulangi.